Artinya camshaft berfungsi untuk mendorong katup agar terbuka, sekaligus menarik kembali katup agar kembali menutup. Hal itu terus terjadi secara konsisten dan presisi, tak peduli sekencang apapun mesin berputar. Oleh karena itulah mesin Ducati tak memiliki red line pada tachometernya.
Bandingkan dengan mesin berkatup konvensional standar yang sudah dibatasi dengan garis merah di 9.000 rpm ke atas. Pasalnya, pada putaran sekencang itu, aksi pegas menutup katup, kalah cepat ketimbang aksi camshaft membuka katup (floating).
Hal ini tentu merupakan kerugian bagi mesin-mesin balap yang menuntut putaran mesin tinggi. Untuk menyiasatinya, pegas katup diganti dengan yang lebih keras agar katup lebih cepat menutup. Namun kerasnya pegas katup membuat beban kerja camshaft bertambah berat yang tentunya akan membebani tenaga mesin.
Baca juga: Tenaga dan Torsi Mesin, Ini Penjelasan Sederhananya
Meskipun mampu bekerja secara presisi di semua rentang putaran mesin, sistem katup Desmodromic ini bukan tidak memiliki kelemahan. Apa lagi kalau bukan sistem mekanisnya yang jauh lebih kompleks dibandingkan katup sistem pegas konvensional.
Bahkan banyak yang menduga, hal ini pula yang membuat pembalap legendaris Valentino Rossi nampak 'tua dan lelah' saat ia berpindah ke tim Ducati. “Jangan-jangan, mekanik balap andalan 'the Doctor' bingung untuk mengoprek bagian katup motor Rossi agar lebih kompetitif. Karena berbeda dengan milik Honda dan Yamaha.”